Di kampus…
Perasaan apa ini? Kenapa aku senang sekali saat Cloud mengantarku pagi ini? Apa aku
benar-benar telah jatuh cinta padanya? Pikiran Tifa dipenuhi dengan kebingungan
akan perasaannya tentang Cloud.
Selama pelajaran Tifa tidak bisa berkonsentrasi dengan baik.
Ada saja bayangan yang muncul kala ia sedang berusaha fokus pada pelajaran.
Akhirnya ia memutuskan untuk beristirahat di ruang kesehatan. Dan ia pun
tertidur.
Waktu untuk pulang telah tiba, petugas kesehatan membangunkan
Tifa yang sedang tertidur pulas. Kemudian ia kembali ke kelas untuk mengambil
barang-barangnya yang masih berserakan di mejanya.
Tifa berjalan menuju gerbang seorang diri, tiba-tiba ada
seseorang yang dengan jahil menutup matanya.
“Sendirian aja? Awas digebet hantu penunggu gedung ini, lho!”
goda orang itu.
“Cloud! Kamu apa-apaan, sih? Bikin aku kaget aja.” Tifa
memajukan bibirnya, membuat Cloud gemas melihatnya.
“Kamu imut banget sih, Tiffani!” tanpa sadar Cloud mencubit
pipi chubby Tifa dengan lembut. Membuat keduanya langsung salah tingkah setelah
sadar apa yang terjadi. Mereka pulang saling membisu, hanyut dalam perasaan
masing-masing.
“Aku sayang kamu.” ucap keduanya dalam hati.
Saat
Dewa Asmara telah menancapkan panahnya, manusia, bahkan peri pun tak dapat
menahan magis yang ia berikan.
Malamnya Cloud membulatkan tekad untuk menjalankan rencananya.
Ia mengajak Tifa dan kedua adiknya untuk bertamasya di taman yang tadi siang
didatanginya. Cloud juga meminta izin
kepada manajer tempat Tifa bekerja, karena malam itu Tifa tidak bisa bekerja.
Sepertinya keadaan mendukung niat tulus Cloud. Rembulan
bersinar terang menyinari taman, menambah keromantisan suasana saat itu. Tifa
curiga akan gelagat Cloud yang sedari tadi tak tenang. Ketika ditanyakan, Cloud
hanya tertawa dan berkata bahwa ia sangat senang bisa bertamasya dengan mereka.
Sesampainya di taman yang dituju, Cloud
mengajak Tifa ke suatu tempat.
“Maaf sebelumnya. Mungkin ini terlalu cepat dan mendadak
buatmu. Tapi aku nggak bisa…”
“Nggak bisa apa, Cloud?”
Cloud diam sejenak, menatap sosok cantik di depannya.
“Aku nggak mau kehilangan kamu. Aku sayang kamu, Tiffani. Kamu
mau kan jadi pendamping hidupku?”
Tifa tak menjawab. Yang keluar bukanlah kata-kata, melainkan
air mata. Cloud sontak kaget melihat responnya. Dia takut telah menyakiti
perasaan gadis pujaannya itu.
“Ka..m.. Kamu kenapa nangis? Maaf kalau aku bikin kamu sedih.
Maaf. Aku cuma pengen kamu tau tentang perasaanku. Maaf.”
Tifa menggeleng seraya tersenyum, “Aku nggak sedih. Aku terharu dengar kata-katamu. Thanks! Aku
juga sayang kamu, dan aku juga mau jadi pendamping hidupmu.”
Kemudian sebuah kecupan manis yang singkat mendarat di bibir
Tifa. Keduanya lalu tersenyum dan kemudian kembali ke tempat di mana Danzel dan
Marlene berada. Karena udara semakin dingin, mereka memutuskan untuk pulang.
Tifa dan Cloud berjalan sambil berpegangan tangan. Malam yang sangat indah,
pikir keduanya.
Beberapa bulan kemudian, Cloud telah pindah ke sebuah rumah
kontrakan yang letaknya sangat dekat dengan rumah Tifa. Mereka merasa tak
nyaman dengan para tetangga jika harus tinggal bersama.
Hubungan keduanya semakin langgeng, Cloud juga bekerja di café
yang sama dengan Tifa. Namun unpredictable
thing happens! Waktu itu Cloud sedang membuang sampah di belakang café
seorang diri. Lalu ada seorang gadis yang tiba-tiba memeluknya dari belakang.
“Tifaa… Di tempat kerja, tau. Kamu nggak malu diledekin
orang-orang?”
“Cloud, aku merindukanmu.”
Deg! Cloud tertegun mendengar suara itu. Sosok itu bukan Tifa,
melainkan seseorang yang sangat dikenalnya dahulu.
Saat membalikkan badan, ternyata perkiraan Cloud benar, “ Zee!
Kamu… Kamu kok…”
Cup… Sebuah ciuman mendarat di bibir Cloud. Tak jauh dari
tempat Cloud berada, Tifa berdiri mematung melihat pemandangan yang membuat
hatinya mencelos. Dia merasa dikhianati, air matanya tak dapat lagi terbendung.
Kemudian sebuah kalimat lirih terucap dari bibir mungilnya.
“Kamu jahat, Cloud!” kemudian ia berlari meninggalkan dua
makhluk bukan manusia itu. Cloud tersadar bahwa Tifa melihatnya sedang berciuman
dengan Zee. Tanpa babibu Cloud langsung mengejar Tifa yang kini telah hilang
ditelan pekatnya malam.