“Arya! Ngapain duduk sendirian? Ayo masuk!” Putri
membuyarkan lamunan Arya akan gadis itu.
Saat
bangkit ada sesuatu yang terjatuh dari pangkuan Arya. Ternyata sapu tangan
gadis itu tertinggal. Sapu tangan berwarna biru muda yang kini di beberapa
sisinya ada bercak darahnya.
“Itu
sapu tangan siapa, Ar?” tanya Putri.
“Punyaku.
Masuk, yuk!” jawabnya pendek.
Beberapa
hari kemudian ada penerimaan anggota baru di LPM FANATIK. Arya adalah salah
satu anggotanya. Sebenarnya dia malas bertemu dengan anggota baru seperti ini, karena
pasti banyak yang sok-sokan tebar pesona. Namun karena jabatannya sebagai wakil
ketua dia akhirnya datang juga.
Dari
kerumuman anggota baru, ada salah satu anggota yang membuatnya tertarik. Siapa lagi
kalau bukan gadis yang menabrak Arya waktu itu. Ada niat untuk menyapanya,
namun Arya mengurungkan niatnya karena dia belum tahu namanya.
“Tunggu
sampai aku tahu namanya dulu, deh!” ucapnya dalam hati.
Semua
anggota baru diwajibkan mengisi formulir yang berisi beberapa pertanyaan
seputar diri sendiri dan tentang keorganisasian. Setelah selesai mengisinya,
kemudian mereka diwawancarai satu-persatu. Hingga tiba saatnya gadis itu. Entah
mengapa Arya merasa gugup, namun di lain sisi dia sangat senang karena bisa
bertemu dengannya lagi.
“Salam
Pers Mahasiswa! Kenalkan namaku Regina Zahrantiara Prastika. Panggil aja Gina.”
ucapnya lantang.
“Apa?
Rengginang?” sahut Arya spontan dan mendapat satu pukulan keras di pahanya dari
Herman, si ketua umum. “Reeegiinaaaa, Arya!”
“Eh,
aduh. Maaf maaf. Yah namanya juga orang nggak denger. Hehe, maaf yah Gina.” Arya
tertawa kagok kepada Gina. Yang dituju terlihat menarik nafas dan memutar bola
matanya.
Akhirnya
sesi wawancara selesai juga. Mentari mulai condong ke arah barat. Terlihat Gina
berjalan sendirian menuju gerbang kampus.
“Hay
Rengginaaang! Eh salah, Gina maksudnya. Hehe. Sendirian? Mau aku antar?” sapa
Arya jahil.
“Dih,
Kakak nyebelin. Nggak, usah Kak. Aku dijemput, kok. Makasih ya tawarannya. Ohya,
luka Kakak sudah sembuh?” tanya Gina. Ternyata dia masih mengingat Arya dan
kejadian waktu itu.
“Udah,
kok! Makasih juga ya waktu itu udah mau ngobatin aku. Ohya, sapu tanganmu ada
di rumahku. Aku cuci karena ada darahku di sana.”
“Sama-sama.
Maaf yah waktu itu nabrak Kakak sampai luka begitu. Soal sapu tangan itu woles
aja, Kak.” ujarnya dengan tersenyum manis, membuat jantung Arya berdegup
kencang. “Ohya, aku udah dijemput. Aku duluan ya, Kak Arya.”
Arya
melambai ke arah Gina pergi. Melihat mobilnya, Arya merasa tak asing, seperti
pernah melihatnya di suatu tempat. Mungkinkah?
Malamnya
Arya terus memikirkan Gina. Dia menimang sapu tangan miliknya yang kini sudah
bersih dari noda darah. Ibunya memperhatikan
tingkah putra sulungnya yang senyum-senyum sendiri.
“Mau
senyum-senyum sendiri sampai kapan, Arya?” ucapan Ibunya mengagetkannya.
“Duh,
Ibu ngagetin aja! Arya nggak senyum-senyum sendiri kok!” kemudian Arya
menyembunyikan sapu tangan biru itu di bawah bantal.
“Mau
bohongin, Ibu? Kamu sedang jatuh cinta, ya? Ini kali pertama Ibu melihatmu
seceria ini setelah kamu putus dengan Vira.” ucap Ibu sambil menghampiri Arya
di tempat tidurnya.
“Mungkin,
Bu. Tapi Arya nggak yakin juga. Lagian kita juga baru ketemu dan baru tadi sore
Arya tahu namanya. Dan tadi gadis itu nggak sengaja sudah Arya buat kesal, Bu.
Hahaha.” kemudian Arya menceritakan kejadian saat wawancara tadi dan juga saat
mereka pertama kali bertemu. Ibu tersenyum melihat putra sulungnya kembali
ceria seperti semula.
“Ibu
senang kamu bisa ceria lagi, Sayang.” Ibu mengelus kepala Arya.
“Menurut
Ibu apa Arya jatuh cinta sama Gina?” tanyanya.
“Seiring
dengan berjalannya waktu kamu pasti tahu sendiri.” Ibu tersenyum kemudian pergi
menuju kamar adiknya yang bersebelahan dengan kamarnya.
“Gina,
mungkin aku bener-bener jatuh cinta sama kamu.” ucapnya sebelum terlelap.
Di ruang
kesekretariatan, Arya melihat Herman sedang sibuk membaca sebuah kertas. Ternyata
pengumuman hasil wawancara anggota baru LPM FANATIK sudah keluar. Arya langsung
mencari nama Gina. Ternyata dia lolos! Perasaan senang semakin membuncah di
dadanya.
“Lu
ngapa dah? Seneng banget romannya? Lu kepincut sama anggota baru, yah? Wah wah,
rekor jomblo lu bakal pecah kayaknya. Hahaha. Siapa sih, Ar?” goda Herman.
“Sotoy,
lu!”
“Jangan
jangan, cewek yang waktu itu? Siapa ya namanya? Re.. Re.. Nah ketemu! Regina
Zahrantiara Prastika. Ya kan, Ar? Gue sahabatlu, Ar! Masih mau bohong?”
“Emang
kelihatan banget ya kalo gue lagi jatuh cinta?” tanyanya polos.
“Tingkahlu
beda, Boy. Lu ceria banget semenjak ketemu cewek itu. Ya gue nebak-nebak aja
sih sebenernya. Emang lu beneran kesemsem sama Gina?”
Akhirnya
Arya menceritakan kejadian awal bertemu dengan Gina pada Herman. Herman tersenyum
bungah mendengar cerita Arya. Dia bangga bahwa akhirnya Arya mau membuka
hatinya lagi.
Setelah
selesai menceritakan dan mendengar ceramah Herman yang pada intinya senang
melihat Arya kembali ceria dan bisa jatuh cinta lagi, ia kembali ke kelas
dengan wajah yang sangat ceria.
“Put,
Arya kenapa tuh? Seneng banget kelihatannya. Kalian udah jadian?” tanya Rama
pada Putri.
“Nggak!
Dia ngedeketin aku aja nggak pernah, boro-boro jadian!” sungutnya. Saat hendak
bertanya pada Arya, Pak Bangun telah tiba. Jadi ia menunda niatnya itu.
Pelajaran
berakhir 90 menit kemudian, saat ada jeda istirahat Arya memanfaatkannya untuk
shalat di masjid kampus dan mengisi perutnya yang kosong di kantin. Di kantin
ia bertemu dengan Putri dan Rama. Mereka berdua sudah dianggap sahabat oleh
Arya, walau terkadang ia sering minder jika bersama mereka. Mereka adalah anak
konglomerat kaya raya, sedangkan Arya yang telah yatim itu hanyalah hidup
dengan usaha catering ibunya dan dengan gajinya sebagai penulis tetap di sebuah
koran terkenal.
“Arya,
sini!” ajak Putri menunjuk ke bangku kosong di depannya.
“Kamu
mau pesen apa, Ar? Aku beliin yah?” Putri menawari Arya.
“Nggak
usah, Put. Makasih. Aku bawa duit kok.” tolaknya dengan halus.
Kemudian
Arya memesan nasi pecel, dan setelah pesanannya selesai Arya kembali ke
mejanya. Saat hendak menyendok nasinya, ia melihat Gina tak jauh dari tempatnya
sedang kebingungan mencari meja kosong.
“Gina!
Sini!” Arya melambai pada Gina. Kemudian Gina menghampirinya dengan bawaan yang
lumayan banyak.
“Boleh
aku duduk di sini, Kak?” tanyanya.
“Boleh
kok. Santai aja.” lalu Gina duduk di sebelah Arya. “Ohya, guys kenalin ini
juniorku di FANATIK.”
“Kamu
kecil-kecil makannya banyak juga ya?” Arya baru menyadari bahwa makanan yang
dibawa Gina lebih banyak daripada miliknya. Gina hanya tersenyum malu.
“Kak
Arya, aku lolos tes wawancara, lho.” ucapnya sambil tersenyum manis.
“Oh
ya? Selamat, ya. Hebat deh bisa lolos.” Arya berpura-pura terkejut dengan
ucapan Gina. Kemudian mereka melanjutkan obrolan tentang FANATIK, Arya terlihat
lebih banyak mengobrol dengan Gina, membuat Putri jengkel dan cemburu. Begitu pun
Rama. Rama tampaknya menaruh hati pada Gina.
“Mmh,
Gina balik duluan yah, Kak. Makasih. Maaf jadi ganggu kalian bertiga.”
“Nggak
kok, Gin. Kita nggak merasa terganggu. Kalau kamu nggak nemu tempat duduk,
langsung cari aku aja. Eeh maksudku, cari kita aja.” sahut Rama bersemangat.
“Iya,
makasih sekali lagi. Gina pamit yah. Daah kakak-kakak.” gadis itu melambai
kepada mereka bertiga.
“Cakep
banget tuh cewek. Lu punya nomer handphonenya nggak, Ar?” tanya Rama.
“Nggak.”
Arya cemburu melihat tingkah Rama yang seperti itu terhadap Gina. “Guys, aku
duluan. Ada perlu.”
Putri
sangat kecewa siang itu dengan sikap Arya yang seakan-akan tidak menggubrisnya.
Acara
Pra-dikalat FANATIK akhirnya tiba. Semua anggota baru yang telah lolos seleksi
berkumpul dan membawa tugas yang diberikan waktu itu. Dari semua anggota,
terlihat Gina yang membawa barang paling banyak. Arya ingin tertawa namun tidak
jadi karena takut menyinggungnya.
Acaranya
berjalan lancar. Dan Arya mulai mengetahui seperti apa gadis pujaannya itu
setelah seharian bersama dengannya. Tak luput Arya juga memperhatikan anggota
baru yang lain untuk dinilai, meskipun lebih banyak tersita pada Gina. Waktu ishoma
telah tiba, semuanya beristirahat untuk shalat dan makan siang. Herman dan Arya
mendekati kerumuman anggota baru yang di dalamnya ada Gina.
“Kamu
kecil-kecil makannya banyak juga ya, Gin?” tanya Herman sembari untu
menggodanya. Arya tertawa mendengarnya.
“Ih,
ketua sama wakil sama aja. Gina makan banyak biar sehat, Kak.” gerutunya.
“Nggak
takut gendut? Biasanya cewek kan takut gendut, ya nggak Ren?” Herman bertanya
pada Reni yang duduk di sebelahku. Reni hanya nyengir kuda.
“Nggak.
Masih bisa makan enak aja udah alhamdulillah, Kak. Makanan itu rezeki, nggak
boleh ditolak dan kita juga nggak boleh milih-milih. Di luar sana banyak yang
pengen makan kayak kita tapi nggak bisa karena kondisi ekonomi mereka.” ungkapnya
Gina gemas dengan pertanyaan Herman.
“Oh.. Ciee jiwa sosialisnya keluar. Ohya, Gina
udah punya pacar?” lagi-lagi Herman menggodanya. Arya kaget dengan pertanyaan
Herman. Karena ia juga belum tahu apakah gadis pujaannya itu masih jomblo atau
nggak.
So, apa Gina jomblo? Atau sudah punya kekasih? Ditunggu aja yah kelanjutannya :)