Rabu, 19 Agustus 2015

Kamu My Lovely 8

Saat cinta telah memilih kepada siapa ia akan berlabuh. Tak satupun insan yang dapat menolaknya. Cinta yang hingga saat ini masih tak ada definisi yang disepakati bersama, memang bisa membuat siapa pun sanggup bertingkah konyol demi seseorang yang dipujanya.
Cinta juga bisa membuat hari-hari kita terasa lebih berwarna. Yang awalnya hanya berwarna hitam putih, kini bisa saja berwarna serupa pelangi di angkasa yang melengkung cantik di angkasa.
Cinta yang baik adalah cinta yang bisa membuat kita semakin dekat dengan Yang Maha Kuasa. Pun membuat kita termotivasi untuk menjadi insan yang lebih baik dari sebelumnya.
Ah cinta, ada begitu banyak keindahan dalam dirimu. Tapi tak selamanya cinta menampakkan keindahannya, kadangkala ia akan menampakkan sisi buruknya. Dengan maksud untuk membuat kita semakin dewasa.
“Tumben minggu-minggu di rumah, Gin? Nggak jogging sama Arya?” tanya Mama menghampiri Gina yang sedang bersantai di taman belakang.
“Arya sibuk minggu ini, Ma. Ada tugas bikin video documenter. Jadi ya Gina nggak mau ganggu kesibukan dia.” sahutnya.
“Anak Mama sudah dewasa sekarang. Beda sama yang dulu. Kalau dulu kamu selalu minta ditemenin sama mantan pacarmu.” Mama mengelus lembut puncak kepala anak gadisnya.
“Iya, Ma. Berkat Arya. Dipikir-pikir, yang kayak gitu nggak baik juga, Ma. Aku jadi malu kalo inget gimana posesifnya aku.” Gina menggelayut manja di lengan Mamanya.
“Assalamualaikum.” saat  itu ada seseorang yang mengucap salam dari arah depan.
Keduanya langsung menuju ke arah suara berasal. Dari kejauhan terlihat sosok yang mereka kenal.
“Abang? Bang Gino?!” Gina masih belum percaya melihat sosok yang berdiri di depan pintu.
“Sambutannya cuma gitu doang? Nggak ada acara pelukan atau apa gitu? Terus Gino nggak disuruh masuk gitu? Yah nggak asik! Balik lagi aja deh ke Amrik!” lelaki itu protes karena tak ada sambutan meriah untuknya.
“Abaaaaaaaaaang! Gina kangen banget sama Bang Gino!” Gina berlari menuju saudaranya yang sudah lama tak dijumpainya.
“Kok pulangnya dadakan gini, Gin? Tau gitu kan bisa Mama jemput.” Mama mengajak Gino masuk menuju ruang keluarga.
“Biar surprise, Ma. Ma, Gino laper, nih? Mama masak apa hari ini?”
“Kebetulan Mama masak makanan kesukaan kalian berdua.”
“Tempe penyeeeet.” sahut Gina dan Gino berbarengan. Lalu keduanya berlomba menuju meja makan.

Pagi yang indah pikir Gina.

Selasa, 18 Agustus 2015

Kamu My Lovely 7

Esoknya…
“Assalamualaikum. Selamat pagi, pangeranku yang ganteng!” sapa Gina pagi itu.
“Waalaikumsalam. Lebay!”
“Bodo! Ohya, nih aku bawain nasi goreng. Bikinanku sendiri, lho!” Gina menyodorkan kotak makan mungil berwarna biru.
“Kok tahu kalo aku belum makan?”
“Kata Ibu kamu nggak pernah mau sarapan. Jadi aku bikinin nasi goreng deh. Dimakan yah? Ohya, aku nggak bisa lama-lama, mau balik ke kelas. Mau prepare, ada quiz soalnya.”
“Yaah, kok bentar sih ketemunya? Eh, sini deh! Aku mau ngomong.” Arya mendekatkan bibirnya ke telinga Gina, “Makasih Sayang buat nasi gorengnya. Sukses quiznya!”
“Sama-sama. Aamiin.” terlihat kekasihnya tersipu malu dan pipinya mulai bersemu merah muda.
“Ya Allah… Cakepnya gadisku ini. Pagi-pagi udah bisa bikin bahagia aja.” batinnya dalam hati sembari melihat gadisnya yang mulai menjauh menuju kelasnya.
Setelah yakin gadisnya telah berada di kelas, Arya pun menuju kelasnya dengan wajah sumringah. Kotak makan mungil berwarna biru digenggamnya erat. Sesampainya di kursinya, Arya tak langsung memakan bekalnya. Ia lebih memilih menimangnya.
“Mungil banget wadahnya. Persis yang punya.” gumamnya sambil senyum-senyum.
Saat Arya mulai memakan nasi gorengnya, tiba-tiba Herman menepuk punggungnya keras. Arya terbatuk-batuk karena tersedak. Herman malah tertawa terpingkal-pingkal.
“Peak lu! Kalo gue mati karena keselek gimana?” tukasnya.
“Lebay! Nanti siang ikut gue ke sekret. Kita siapin peralatan buat pembekalan materi nanti malem.”
Arya tak menjawab, hanya mengangguk dan memakan nasi gorengnya dengan lahap.
“Woles, Boy! Kayak nggak pernah makan nasi goreng aja!”
Arya tak menggubrisnya. Ia lebih fokus pada nasi gorengnya yang hampir habis.
“Dibuatin Gina, Boy! Enak banget tau!”
Saat Arya memamerkan kotak nasinya kepada Herman, Putri yang baru datang dan tak sengaja mendengarnya langsung murka.
BRAK!!
“Woles kali, Put! Nggak usah banting-bantingan. Lebay!” hardik Herman yang kaget.
“Kamu kenapa, Put? Pagi-pagi kok udah emosi?” tanya Arya polos.
Putri tak menjawab. Ia hanya menatap Arya dengan pandangan mata nanar. Saat hendak bertanya lagi, Pak Timbul sudah masuk ke kelas. Dan ia mengurungkan niatnya.
“Dia jealous, peak!” bisik Herman. Arya hanya menghela napas dibuatnya.

“Boy, gue harus gimana sama Putri? Dia nggak mau ngomong sama gue.” tanya Arya saat menuju sekret.
“Udah biarin aja. Ntar juga capek sendiri.” sahut Herman santai.
“Tapi gue nggak enak sendiri sama dia, Boy! Kan dia udah baik banget sama gue selama ini.”
“Yaiyalah dia baik sama elu! Orang dia demennya sama elu! Udah ah, woles!”
Arya hanya manggut-manggut mengiyakan ucapan Herman. Ada benarnya juga memang. Sepertinya ia harus bersikap biasa saja.

“Naah, kelar! Gue minta tolong bbmin Mas Untung dong? Khawatir dia lupa buat acara nanti malem.” pinta Herman.
“Yang lain udah pada tahu belum?”
‘Udah, kok! Anggota barunya juga udah gue kabarin. Eh, ke kantin, yuk? Gue laper! Ntar gue traktir deh. mumpung lagi banyak duit nih!” pamernya sambil mengeluarkan dompet kulitnya yang terlihat tebal.
“Belagu lu! Tapi gue udah kenyang, tadi kan udah sarapan.”
“Yaudah ikut aja. Pesen minum apa gitu kek! Nggak aus lu?”

“Yoee ma men. Berangkaaat.”

Kamu My Lovely 6

Siangnya setelah jadwal kuliah selesai, Arya langsung bergegas meninggalkan kelas.
“Arya kemana tuh, Put? Kok sekarang jarang sama kamu? Jangan-jangan dia udah punya gebetan? Atau bahkan pacar?” Rama curiga.
“Tau, ah! Jangan bikin aku panas, deh! Udah hawanya panas begini! Aku balik duluan aja!” Putri merespon pertanyaan Rama dengan ketus.
Saat keluar dari kelas, Putri melihat Arya dengan seorang gadis. Mereka tampak tertawa bahagia. Api cemburu membara di dalam hatinya.
“Kok masih di sini, Put? Katanya mau balik?” Putri tak menjawab. Matanya nanar. Rama mengikuti kemana arah pandangan Putri.
“Eh itu Arya sama si Gina, bukan?” Putri menoleh. “Itu tuh, maba yang waktu itu ikutan duduk sama kita pas lagi di kantin.”
Putri tak merespon ucapan Rama. Dia malah berlari meninggalkan Rama sendirian.
“Dasar cewek!” umpatnya.

“Gin, aku mau ngenalin kamu sama Ibuku. Ikut yuk ke rumah.” ajak Arya.
“Haah? Tap… tap… tapi, aku belum siap.”
“Yaelah, kayak mau ketemuan sama Pak Jokowi aja pake persiapan segala. Woles kali. Ibuku nggak galak. Udah ikut aja. Kalo nggak mau ikut, aku turunin depan kuburan nanti. Biar diculik sama penghuni di sana.”
Mulut Gina memang tak mengeluarkan suara. Tetapi tangannya yang berbicara dengan cara menjambak rambut Arya yang mulai gondrong.
“Sakit sakit sakiiitt!!” Arya mengerang kesakitan sambil mengelus rambutnya yang serasa ingin lepas dari kepalanya.
“Bodo. Yaudah jek, capcus!”
“Dih, dipikir aku ojek kali ya? Ohya, Ibuku namanya Kartina.”

“Assalamualaikum. Ibu?” ucapnya saat sampai di rumah.
Rumah minimalis namun teduh karena di halaman rumah Arya banyak terdapat tanaman-tanaman yang rindang. Ada juga kolam ikan yang sesekali terdengar gemericik suara ikan berenang. Membuat siapa pun yang bertandang akan betah berlama-lama di sana.
Seraya Gina mengagumi kesejukan di rumah Arya, ternyata Ibu Arya sudah berada di depannya sambil senyum-senyum melihat tingkahnya.
“Udah, kagumnya nanti aja. Kenalan dulu sama calon mertua.” Arya membuyarkan pikiran Gina.
“Ah! Eh… Hehe, anu… Duh. Mmh… Saya Gina, Bu. Juniornya Kak Arya.” Gina gelagapan sambil cengengesan.
“Oh, juniornya Arya? Ibu kira pacarnya Arya.” Ibu senyum-senyum. “Terus pacarmu yang mana?
“Apaan junior? Manggil Kak Arya segala! Ya ini calon menantunya Ibu.” Arya semakin gemas dibuatnya.
“Oalaah. Kok malu-malu gitu sih, Nak Gina? Jadi bener, kamu pacarnya Arya? Calon menantu Ibu?”
Gina hanya mengangguk dan menunduk karena malu, pipinya bersemu merah muda. Membuat poin kecantikannya bertambah.
“Masuk yuk, Nak. Anggap rumah sendiri, yah.” ajak Ibu.
“Arya?” Gina menarik lengan baju Arya.
“Apa?”
“Aku malu. Tadi aja aku gelagapan. Ntar kalo Ibumu nggak suka sama aku, gimana?”
“Lebaynya kumat! Udah ah, nggak usah gitu. Masuk yuk, Sayang.” Arya mengelus kepala gadisnya lembut.
Setelah itu Gina masuk dan mulai berbincang-bincang dengan Ibu Kartina. Arya mengintip dari balik pintu kamarnya yang tak jauh dari ruang tamu. Terlihat Gina sudah tidak malu-malu kala berbincang dengan Ibunya.

“Ibu, Gina pamit, yah? Nggak kerasa udah mau maghrib aja.” pamitnya.
“Iya, Sayang. Sering-sering main ke sini, bantuin Ibu bikin kue.”
“Siap, Bu!” gadis berlesung pipi itu berpose hormat layaknya prajurit yang diberi titah oleh komandannya.
“Lebay!” Arya menjitak kepalanya.
“Ibuuuu... Arya nakal!” rengeknya.
“Arya! Nggak boleh nakal sama anak Ibu!” Ibunya mengelus rambut Gina.

“Dih. Yang anaknya Ibu siapa coba? Oh gitu sekarang, yah? Pada sekongkol mau nyingkirin aku.” ucapannya disambut dengan tawa oleh ketiganya.

Selasa, 28 Juli 2015

Kamu My Lovely 5

“Hm.. Kayaknya ada yang udah nggak jomblo nih?” sapa Herman pagi itu.
“Haha. Tau aja lu, Boy!” sikutnya.
“Kapan jadiannya. Boy?”
“Seminggu yang lalu.”
“Weeh… Masih anget dong yah?”
“Anget.. Lu pikir kue cucur?” keduanya tertawa.
“Haii semuanya. Pada ngomongin apa sih? Ikutan dong?” sapa Putri yang tiba-tiba muncul di belakang mereka.
“Eh elu, Put. Ini si Arya pengen kue cucur anget. Pagi-pagi udah laper aja ini bocah.” Arya bingung mengapa Herman berbohong di depan Putri.
“Kamu belum sarapan, Ar? Kok pagi-pagi ngomongin kue cucur anget? Mau aku beliin makan, nggak?” tanya Putri yang tiba-tiba langsung perhatian.
“Yah, Arya doang yang ditanyain, Put? Gue gimana? Kebetulan belum sarapan nih.”
“Yaudah kalian tunggu di sini, aku beli roti dulu, yah?” kemudian Putri meninggalkan kedua laki-laki itu.
“Kenapa, Ar? Aneh ngeliat tingkah gue yang bohong depan si Putri?” Herman sepertinya sudah mengerti apa yang ada di pikiran Arya. Arya mengangguk mengiyakan pertanyaan Herman.
“Lu nggak ngerasa kalo si Putri demen ama lu?” tanyanya pada Arya.
“Kagak, Boy! Emang kata siapa Putri demen ama gue?” Arya bertanya dengan polosnya.
“Nggak peka banget sih lu jadi cowok? Dari gelagat dia aja udah kebaca, Boy!”
“Suwer dah, gua nggak tahu. Tapi ya mau gimana, gue udah ama si Gina.”
“Emang kalo semisal lu nggak ketemu Gina, lu bakal jadian ama Putri?”
“Kagak tahu, sih. Tapi kayaknya kagak. Ah udah sih, itu hak dia.”

Beberapa saat kemudian yang sedang dibicarakan muncul membawa roti. Sudah bisa ditebak bahwa roti untuk Arya lebih banyak daripada Herman. Herman memberi isyarat pertanda, “Apa gue bilang?” Dan Arya hanya mengangkat bahunya.

Next? :)

Jumat, 24 Juli 2015

Kita Tanpa Dia (Event FSTS)

J-ROCKS – COBALAH KAU MENGERTI
Kita Tanpa Dia
Oleh : Tia Aprilianti Putri

“Kenalin Rin, ini sahabatku Vio. Vi, ini pacarku Airin.” Andi mengenalkan temannya pada Airin siang itu.
Lee Airin, adalah mahasiswa Sastra Inggris di sebuah universitas negeri di kotanya.  Dia keturunan campuran Korea dan Solo. Airin dan Andi telah menjalin hubungan selama setahun lamanya. Semula semua berjalan wajar, sebelum gadis bernama Vio itu muncul. Andi dan Vio tergabung dalam organisasi yang sama.

“And, nanti malam jadi yang mau ke rumah? Katanya tugasmu mau dicek? Ditanyain Gary juga tuh, dia kangen sama kamu.” tanya Airin saat Andi mengantarnya pulang.
“Jadi dong, Sayang. Yang kangen itu si Gary atau kamu?” godanya.
“Gary, kok! Udah deh, nggak usah godain aku.” Airin memonyongkan bibirnya.
“Nggak usah bohong, kalo bohong ntar tuanya jelek lho. Ha ha.” Andi tertawa.
“Meskipun jelek, kamu bakal tetep sayang sama aku. Yaudah deh, thanks yah Sayang sudah nganterin. See you tonight.”

Selepas shalat maghrib Andi pergi ke rumah Airin dan langsung disambut oleh Gary, adik laki-lakinya.
“Kak Andi main, yuk! Gary punya mainan baru.” ajaknya.
“Sayang, Kak Andinya mau belajar dulu. Nanti yah main-mainnya.” jelas Airin.
“Udah nggak papa, Rin. Sini Gary, mainnya di sini aja.” Andi mengangkat Gary ke pangkuannya.
Beberapa menit kemudian Andi sibuk dengan handphonenya.
“Sibuk, And? Tugasnya besok dikumpulin, kan? Fokus dong!”
“Emm, ini si Vio mau bahas buat event bulan depan, Sayang. Aku pergi dulu, yah.”
“Event terus yang diurusin? Lagian eventnya masih bulan depan. Aku tau kamu ketua pelaksana, tapi senggaknya kamu juga harus pikirin kuliahmu.”
“Iya sih, Sayang. Tapi…” belum sempat Andi melanjutkan kalimatnya, handphonenya berdering. “Halo? Iya, Vi. Ini aku berangkat. Habis dari rumah Airin. Kamu tunggu aja di depan rektorat.”
“Tuh kan! Kamu tuh berubah semenjak ada dia! Kamu sering nyuekin aku, dan kita juga udah jarang keluar bareng. Dengan alasan kamu sibuk! Tapi kenapa sibuknya selalu berhubungan dengan Vio? Kenapa kamu nggak sibuk sama temen-temenmu yang lain? Aku harus bilang berapa kali kalo aku ngerasa dia mau ngerebut kamu dari aku?”

Sudah ku katakan berulang kali
Sebenarnya dia punya maksud hati.
Tapi mengapa kau tak mau mengerti
Dan s’lalu saja kau berkeras hati

“Sayang, nggak mungkin dia suka sama aku. Kita cuma temen. Berhenti cemburu buta sama kita!” ucapnya.

Kau sangka aku cemburu
Tapi itu memang aku.
Kar’na kau adalah kekasihku

“Believe in me, kita nggak ada apa-apa. Buang pikiran negatifmu itu tentang Vio. Aku pergi dulu ya, Sayang.” Andi kemudian pergi ke kampus dan meninggalkan Airin yang mulai berlinang air mata.
Sesampainya di tempat janjian . . .
“Iya, si Andi kemakan umpanku. Siapa juga yang mau ngebahas event malam-malam gini? Akhirnya aku bisa berduaan dengan dia, dan aku akan bikin hubungannya dengan perempuan itu hancur. Lalu Andi akan menjadi milikku. Ha ha ha.” Andi mendengar seluruh percakapan Vio dengan temannya itu
 “Ooh, jadi ini niat kamu yang sebenarnya? Nggak nyangka kamu sepicik ini, Vi! Tapi maaf, kamu nggak akan bisa ngehancurin hubunganku dengan Airin. Makasih udah nunjukkin dirimu yang sebenarnya. Aku balik dulu! Bye!” kehadiran Andi yang tiba-tiba mengagetkan Vio
Saat Andi berbalik meninggalkan Vio, gadis itu tiba-tiba memeluk Andi dari belakang, “Aku sayang kamu, Di. Aku mau kamu jadi milikku, bukan milik orang lain. Apa yang kurang dari aku? Kenapa kamu nggak putusin Airin dan berpaling sama aku?”
“Maaf, Vio. Aku nggak bisa. Aku jatuh cintanya sama Airin, bukan sama kamu. Aku cuma nganggep kamu sebagai temanku, nggak lebih. Dan please, jangan ganggu kami lagi dengan cara apa pun. Karena aku nggak akan kemakan umpanmu untuk kedua kalinya.” Andi berlari meninggalkan Vio yang menangis memanggil namanya.
Andi bergegas pergi ke rumah Airin untuk meminta maaf. Di sana, kedua insan itu larut dalam haru. Andi menyesal tidak mempercayai ucapan kekasihnya itu.

Sejak kejadian itu, Vio mengundurkan diri dan tak pernah menampakkan dirinya lagi. Andi sedikit kecewa dengan ketidakprofesionalan Vio dalam berorganisasi.
Keesokan sorenya Andi mengajak Airin dan Gary hang out.
“And, saat aku dan kamu menjadi kita, aku nggak mau ada kata dia di dalamnya.” ucap Airin pada Andi. Andi meresponnya dengan mengangguk dan tersenyum.

Sore itu menjadi saksi kekuatan cinta mereka, bahwa cinta sejati tak dapat dipisahkan oleh apa pun dan siapa pun.

Jumat, 10 Juli 2015

Kamu My Lovely 4

Hari demi hari berlalu, semuanya nampak berjalanan sesuai dengan keinginan. Gina akhirnya diresmikan menjadi anggota FANATIK, hal itu membuat Arya semakin yakin bahwa bisa mendapatkannya. Dan memang semenjak menjadi anggota FANATIK, kedua insan itu menjadi semakin dekat. Hingga suatu hari Arya mengajak Gina ke suatu taman dan mengutarakan perasaannya.
“Gin, aku nggak bisa nyembunyiin ini terlalu lama. Aku takut kehilangan kamu.” Arya menghentikan kalimatnya sejenak. “Aku.. Aku seneng bisa sama kamu. Dan aku juga nyaman di sampingmu.”
“Lalu?” Gina tersenyum.
“Eh nggak jadi deh. Tadi itu dibajak.” Arya nyengir kuda.
“Oh gitu. Yaudah deh aku pulang duluan ya, Kak. Aku minta jemput sopirku aja.” Gina bangkit dari tempat duduknya.
“Hahahaha. Yah baper yaah. Gina mah baperan orangnya. Becanda kok, Gin. Ih, gemes deh kalo gitu.” Arya tertawa terbahak-bahak, membuat Gina menarik nafas dalam-dalam dan memutar bola matanya.
“Dih, nyebelin. Terus yang beneran gimana, Kak?”
“Mulai sekarang jangan panggil aku Kakak. Panggil aku Arya aja. Oke?”
“Iya, Kak. Eh, maksudku Ar.. Arya. Terus yang bener gimana?”
“Aku sayang kamu, Gina.”
“Sayang sebagai apa?”
“Em.. Gimana yah? Yaa.. Sebenernya sayang sebagai.. Aduh. Gimana yaah?” lagi-lagi Arya membuat lelucon.
“Aryaaaa. Ih, nyebelin banget siih? Ku gigit ntar yah!” ancamnya.
“Sakit nggak gigitannya? Mau dooong digigit kamu. Hahahahaha.”
“Aryaaaaaaaa!!” Gina berteriak kemudian disusul dengan Arya membungkam mulutnya.
“Cowong banget sih mulutnya! Malu tuh dilihatin semut!”
“Bodo! Kamu nyebelin!”
“Hehe. Iya.. Iya aku serius sekarang. Kamu mau nggak jadi pacarku? Tapi yang serius yah? Kita kan udah gede, aku nggak mau kita pacarannya cuma main-main. Aku mau kita punya komitmen. Kan pacaran itu belajar berkomitmen.” kali ini Arya serius.
“Iya, Arya. Aku mau. Aku juga sayang kamu. Makasih udah mau nyatain perasaanmu sama aku. Dan makasih juga sempat bikin aku baper tadi. Kamu emang the best deh kalo soal jadi orang nyebelin.
“Haaaah. Malam yang indah. Alhamdulillah, ternyata cintaku nggak bertepuk sebelah tangan. Makasih, Gina.”
“Iya, Ar. Udah ah, makasih mulu dari tadi kita. Eh, pulang yuk. Udah jam segini.”
“Siap, Tuan Putri. Akan ku antar kau pulang dengan kereta kudaku ini.”

Keduanya tertawa lepas malam itu. Malam yang indah pikir keduanya. Akankah semuanya berjalan sesuai keinginan?

Kamu My Lovely 3

          Saat Gina hendak membuka mulut, Reni yang cerewet menyahut dengan lantang. “Jomblo anget, Kak. Baru putus sama pacarnya.”
         Duarrr! Serasa ada kembang api bahagia yang meledak di hati Arya. Kesempatan untuk mendapatkan Gina semakin besar.
           
            Waktu istirahat telah usai dan acara pra-diklat dilanjutkan hingga sore hari. Setelah acara usai, Arya bersama Herman pergi ke ruang kesekretariatan untuk mengembalikan barang-barang.
            “Boy, masih jomblo tuh si Gina. Cepet deketin sebelum digebet orang lain.” Dukung Herman.
            “Iya, Boy. Ini gue udah dapet nomer handphone sama pin bbmnya. Doain, ya!” pintanya.
            Selesai membereskan barang-barang, keduanya pun pulang. sesampainya di gerbang kampus, terlihat Gina belum pulang.
            “Belum pulang, Gin?” sapanya.
            “Belum nih, Kak. Sopirku ditelpon nggak diangkat-angkat. Mana udah hampir Maghrib gini.” gerutunya.
            “Yaudah, ayo aku antar. Rumahmu daerah mana?”
       “Nggak ngerepotin nih, Kak? Emang Kakak rumahnya dimana? Kalau rumahku di Jalan Pahlawan.”
            “Ooh, kita sejalan, dong. Rumahku di Jalan Garuda.”
           “Mmmh, yaudah deh Kak. Aku ikut Kakak aja. Ngeri juga berdiri di sini sendirian. Makasih ya, jadi ngerepotin gini.”
            “Ngerepotin? Ya nggak lah! Yang ada aku seneng banget bisa nganterin kamu pulang, Gina.” teriaknya dalam hati.
           Sepanjang perjalanan Arya mencoba untuk membuat Gina tertawa. Dan sesekali juga bertanya perihal kandasnya hubungannya dengan mantan kekasihnya. Waktu terasa begitu cepat, akhirnya mereka sampai di rumah Gina. Rumahnya sangat megah bak istana. Arya terkesima melihat rumah Gina.
         “Kaak.. Kak Arya?” Gina melambaikan tangannya di depan wajah Arya yang terlihat melamun.
            “Haah? Iyah? Hehe. Maaf. Aku kaget lihat rumahmu, gede banget, Gin!” ungkapnya polos.
            “Ah Kakak bisa aja. Makasih. Oh iya, mampir dulu, yuk. Udah mau adzan, lho.” ajaknya.
“Makasih, Gin. Kapan-kapan aja aku mampirnya. Udah ditunggu Ibu soalnya. Aku pamit, yah. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam. Makasih banyak udah nganterin Gina, Kak. Maaf ngerepotin. Hati-hati di jalan.” Arya tersenyum kemudian pergi. Tak lama kemudian datang Papa Gina.
“Tadi itu siapa, Sayang? Pacar barumu?” tanya Papanya.
“Bukan, Pa. Senior Gina. Pak Mamang nggak jemput-jemput, sih. Jadi Gina ikut Kak Arya, deh.” jelasnya sambil menggandeng tangan Papanya menuju rumah.
“Arya? Sepertinya Papa pernah mendengar nama itu dan juga pernah bertemu dengannya.”
“Ah masa? Nggak mungkin deh, Pa. Memang Papa ketemu di mana sama Kak Arya?”
“Entahlah, Papa lupa.”

Mungkinkah Papa Gina pernah bertemu dengan Arya?