Esoknya…
“Assalamualaikum. Selamat pagi,
pangeranku yang ganteng!” sapa Gina pagi itu.
“Waalaikumsalam. Lebay!”
“Bodo! Ohya, nih aku bawain nasi goreng.
Bikinanku sendiri, lho!” Gina menyodorkan kotak makan mungil berwarna biru.
“Kok tahu kalo aku belum makan?”
“Kata Ibu kamu nggak pernah mau
sarapan. Jadi aku bikinin nasi goreng deh. Dimakan yah? Ohya, aku nggak bisa
lama-lama, mau balik ke kelas. Mau prepare, ada quiz soalnya.”
“Yaah, kok bentar sih ketemunya? Eh,
sini deh! Aku mau ngomong.” Arya mendekatkan bibirnya ke telinga Gina, “Makasih
Sayang buat nasi gorengnya. Sukses quiznya!”
“Sama-sama. Aamiin.” terlihat kekasihnya
tersipu malu dan pipinya mulai bersemu merah muda.
“Ya Allah… Cakepnya gadisku ini.
Pagi-pagi udah bisa bikin bahagia aja.” batinnya dalam hati sembari melihat
gadisnya yang mulai menjauh menuju kelasnya.
Setelah yakin gadisnya telah berada
di kelas, Arya pun menuju kelasnya dengan wajah sumringah. Kotak makan mungil
berwarna biru digenggamnya erat. Sesampainya di kursinya, Arya tak langsung
memakan bekalnya. Ia lebih memilih menimangnya.
“Mungil banget wadahnya. Persis yang
punya.” gumamnya sambil senyum-senyum.
Saat Arya mulai memakan nasi
gorengnya, tiba-tiba Herman menepuk punggungnya keras. Arya terbatuk-batuk
karena tersedak. Herman malah tertawa terpingkal-pingkal.
“Peak lu! Kalo gue mati karena
keselek gimana?” tukasnya.
“Lebay! Nanti siang ikut gue ke sekret.
Kita siapin peralatan buat pembekalan materi nanti malem.”
Arya tak menjawab, hanya mengangguk
dan memakan nasi gorengnya dengan lahap.
“Woles, Boy! Kayak nggak pernah
makan nasi goreng aja!”
Arya tak menggubrisnya. Ia lebih
fokus pada nasi gorengnya yang hampir habis.
“Dibuatin Gina, Boy! Enak banget
tau!”
Saat Arya memamerkan kotak nasinya
kepada Herman, Putri yang baru datang dan tak sengaja mendengarnya langsung
murka.
BRAK!!
“Woles kali, Put! Nggak usah banting-bantingan.
Lebay!” hardik Herman yang kaget.
“Kamu kenapa, Put? Pagi-pagi kok
udah emosi?” tanya Arya polos.
Putri tak menjawab. Ia hanya
menatap Arya dengan pandangan mata nanar. Saat hendak bertanya lagi, Pak Timbul
sudah masuk ke kelas. Dan ia mengurungkan niatnya.
“Dia jealous, peak!” bisik Herman. Arya
hanya menghela napas dibuatnya.
“Boy, gue harus gimana sama Putri? Dia
nggak mau ngomong sama gue.” tanya Arya saat menuju sekret.
“Udah biarin aja. Ntar juga capek
sendiri.” sahut Herman santai.
“Tapi gue nggak enak sendiri sama
dia, Boy! Kan dia udah baik banget sama gue selama ini.”
“Yaiyalah dia baik sama elu! Orang dia
demennya sama elu! Udah ah, woles!”
Arya hanya manggut-manggut
mengiyakan ucapan Herman. Ada benarnya juga memang. Sepertinya ia harus
bersikap biasa saja.
“Naah, kelar! Gue minta tolong
bbmin Mas Untung dong? Khawatir dia lupa buat acara nanti malem.” pinta Herman.
“Yang lain udah pada tahu belum?”
‘Udah, kok! Anggota barunya juga
udah gue kabarin. Eh, ke kantin, yuk? Gue laper! Ntar gue traktir deh. mumpung
lagi banyak duit nih!” pamernya sambil mengeluarkan dompet kulitnya yang
terlihat tebal.
“Belagu lu! Tapi gue udah kenyang,
tadi kan udah sarapan.”
“Yaudah ikut aja. Pesen minum apa
gitu kek! Nggak aus lu?”
“Yoee ma men. Berangkaaat.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar