Selasa, 18 Agustus 2015

Kamu My Lovely 6

Siangnya setelah jadwal kuliah selesai, Arya langsung bergegas meninggalkan kelas.
“Arya kemana tuh, Put? Kok sekarang jarang sama kamu? Jangan-jangan dia udah punya gebetan? Atau bahkan pacar?” Rama curiga.
“Tau, ah! Jangan bikin aku panas, deh! Udah hawanya panas begini! Aku balik duluan aja!” Putri merespon pertanyaan Rama dengan ketus.
Saat keluar dari kelas, Putri melihat Arya dengan seorang gadis. Mereka tampak tertawa bahagia. Api cemburu membara di dalam hatinya.
“Kok masih di sini, Put? Katanya mau balik?” Putri tak menjawab. Matanya nanar. Rama mengikuti kemana arah pandangan Putri.
“Eh itu Arya sama si Gina, bukan?” Putri menoleh. “Itu tuh, maba yang waktu itu ikutan duduk sama kita pas lagi di kantin.”
Putri tak merespon ucapan Rama. Dia malah berlari meninggalkan Rama sendirian.
“Dasar cewek!” umpatnya.

“Gin, aku mau ngenalin kamu sama Ibuku. Ikut yuk ke rumah.” ajak Arya.
“Haah? Tap… tap… tapi, aku belum siap.”
“Yaelah, kayak mau ketemuan sama Pak Jokowi aja pake persiapan segala. Woles kali. Ibuku nggak galak. Udah ikut aja. Kalo nggak mau ikut, aku turunin depan kuburan nanti. Biar diculik sama penghuni di sana.”
Mulut Gina memang tak mengeluarkan suara. Tetapi tangannya yang berbicara dengan cara menjambak rambut Arya yang mulai gondrong.
“Sakit sakit sakiiitt!!” Arya mengerang kesakitan sambil mengelus rambutnya yang serasa ingin lepas dari kepalanya.
“Bodo. Yaudah jek, capcus!”
“Dih, dipikir aku ojek kali ya? Ohya, Ibuku namanya Kartina.”

“Assalamualaikum. Ibu?” ucapnya saat sampai di rumah.
Rumah minimalis namun teduh karena di halaman rumah Arya banyak terdapat tanaman-tanaman yang rindang. Ada juga kolam ikan yang sesekali terdengar gemericik suara ikan berenang. Membuat siapa pun yang bertandang akan betah berlama-lama di sana.
Seraya Gina mengagumi kesejukan di rumah Arya, ternyata Ibu Arya sudah berada di depannya sambil senyum-senyum melihat tingkahnya.
“Udah, kagumnya nanti aja. Kenalan dulu sama calon mertua.” Arya membuyarkan pikiran Gina.
“Ah! Eh… Hehe, anu… Duh. Mmh… Saya Gina, Bu. Juniornya Kak Arya.” Gina gelagapan sambil cengengesan.
“Oh, juniornya Arya? Ibu kira pacarnya Arya.” Ibu senyum-senyum. “Terus pacarmu yang mana?
“Apaan junior? Manggil Kak Arya segala! Ya ini calon menantunya Ibu.” Arya semakin gemas dibuatnya.
“Oalaah. Kok malu-malu gitu sih, Nak Gina? Jadi bener, kamu pacarnya Arya? Calon menantu Ibu?”
Gina hanya mengangguk dan menunduk karena malu, pipinya bersemu merah muda. Membuat poin kecantikannya bertambah.
“Masuk yuk, Nak. Anggap rumah sendiri, yah.” ajak Ibu.
“Arya?” Gina menarik lengan baju Arya.
“Apa?”
“Aku malu. Tadi aja aku gelagapan. Ntar kalo Ibumu nggak suka sama aku, gimana?”
“Lebaynya kumat! Udah ah, nggak usah gitu. Masuk yuk, Sayang.” Arya mengelus kepala gadisnya lembut.
Setelah itu Gina masuk dan mulai berbincang-bincang dengan Ibu Kartina. Arya mengintip dari balik pintu kamarnya yang tak jauh dari ruang tamu. Terlihat Gina sudah tidak malu-malu kala berbincang dengan Ibunya.

“Ibu, Gina pamit, yah? Nggak kerasa udah mau maghrib aja.” pamitnya.
“Iya, Sayang. Sering-sering main ke sini, bantuin Ibu bikin kue.”
“Siap, Bu!” gadis berlesung pipi itu berpose hormat layaknya prajurit yang diberi titah oleh komandannya.
“Lebay!” Arya menjitak kepalanya.
“Ibuuuu... Arya nakal!” rengeknya.
“Arya! Nggak boleh nakal sama anak Ibu!” Ibunya mengelus rambut Gina.

“Dih. Yang anaknya Ibu siapa coba? Oh gitu sekarang, yah? Pada sekongkol mau nyingkirin aku.” ucapannya disambut dengan tawa oleh ketiganya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar